"Partai-partai politik besar seperti Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, dan PKS mendukung banyak calon dengan latar belakang dinasti politik," kata Peneliti Themis Law Firm, Hemi Lavour, dalam diskusi yang digelar di Kalibata, Jakarta Selatan, pada Selasa, 13 Juli 2024.
Partai Golkar mendukung 19 calon terkait dinasti politik, Gerindra 17 calon, Demokrat 15 calon, NasDem 14 calon, dan PKS 11 calon.
Sementara itu, partai-partai lain juga menunjukkan dukungan serupa dengan angka yang bervariasi.
Koordinator Bidang Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha, mengaitkan normalisasi politik dinasti dengan dukungan Presiden Joko Widodo terhadap pencalonan anaknya, Gibran Rakabuming Raka, dalam Pemilu Presiden 2024.
Egi mengingatkan bahwa politik dinasti seringkali berhubungan dengan praktik korupsi, seperti yang terjadi di beberapa daerah seperti Banten, Sumatera Selatan, Cimahi, dan Bogor.
Baca Juga: Mantan Wali Kota Filipina Alice Guo Ditangkap di Indonesia: Tuduhan Kasino Ilegal dan Pencucian Uang
Faktor-faktor yang Mendorong Politik Dinasti
Politik dinasti menggambarkan upaya mempertahankan kekuasaan dalam lingkup keluarga atau golongan tertentu.
Pemusatan kekuasaan ini dapat meningkatkan risiko penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi.
Historisnya, politik dinasti sering kali muncul sejak era Pilkada yang dipilih secara tidak langsung oleh DPRD.
Para elit politik lokal memanfaatkan sistem demokrasi terdesentralisasi untuk mempertahankan kekuasaan dengan melibatkan anggota keluarga dalam kontestasi pemilihan berikutnya.
Anggota keluarga yang terlibat bisa berupa istri, suami, anak, menantu, saudara, atau kerabat dekat lainnya.
Baca Juga: Ekonom Senior Faisal Basri Tutup Usia: Perjalanan Karier, Prestasi, dan Perannya Bagi Indonesia
Dengan cara ini, kekuasaan daerah menjadi terpusat dalam kelompok orang yang memiliki hubungan darah atau kekeluargaan.
Politik dinasti menciptakan "tentakel kekuasaan" yang memperluas dominasi politik dalam jangka panjang, menghambat partisipasi politik yang adil, dan meningkatkan potensi terjadinya praktik korupsi dan nepotisme.
Artikel Terkait
Nusron Wahid Imbau Harga Hak Politik Presiden dan Menteri, Asal Tak Pakai Fasilitas Negara
Nusron Wahid : Tidak Ada Peristiwa Politik Baru dari Mundurnya Ahok
Forum Guru Besar Indonesia Himbau Civitas Akademika Hindari Pernyataan Yang Menggiring Opini Politik Elektoral
Megawati Sebut Posisi Politik PDIP Diputuskan di Kongres
Pengamat Soal Maulana: Terlalu Banyak Janji Politik, Hati-hati Nanti Tak Terpenuhi