“Relasi ini ditelusuri melalui akta, perubahan saham, hingga keterkaitan dengan kelompok usaha Bela Group yang sebelumnya dikelola bersama almarhum suami Sherly, Benny Laos,” tulis laporan itu.
Batas antara Legalitas dan Etika Publik
Dalam klarifikasinya, Sherly menekankan bahwa seluruh kepemilikan sahamnya bersifat terbuka dan dapat dilihat melalui LHKPN.
Ia juga menjelaskan bahwa meski sebagai pejabat publik ia masih diperbolehkan menjadi pemegang saham, ia tidak diperkenankan menjadi pengurus perusahaan.
“Karena itu, sebelum dilantik sebagai gubernur, saya keluar dari seluruh kepengurusan perusahaan,” katanya.
Sherly juga menegaskan bahwa pemerintah provinsi di bawah kepemimpinannya belum pernah menandatangani satu pun izin tambang sejak ia dilantik.
Namun, JATAM menyoroti bahwa meskipun semua izin “resmi”, terdapat indikasi bahwa prosedur perizinan dan pengawasan masih memiliki celah besar.
“Secara hukum, pelanggaran etika dan potensi konflik kepentingan muncul karena rangkap jabatan kepala daerah sebagai pengurus atau pemegang saham perusahaan swasta,” kata Dinamisator JATAM Maluku Utara Julfikar Sangaji.
Baca Juga: Mendikdasmen Abdul Mu’ti Ungkap Trauma Siswa SMAN 72 Jakarta, Takut Kembali ke Sekolah Pascaledakan
Laporan itu juga menegaskan, UU Administrasi Pemerintahan, UU Pemerintahan Daerah, dan Peraturan KPK menegaskan larangan konflik kepentingan dan rangkap jabatan bagi pejabat publik.
“Praktik semacam ini berisiko melanggar aturan formal dan merusak kepercayaan publik,” ujar Julfikar.
Butuh Transparansi dan Audit
JATAM mendesak agar pihak terkait melakukan audit menyeluruh terhadap izin, pengawasan, dan kepemilikan saham dalam perusahaan-tambang yang berada di lingkar pemerintahan.