Baca Juga: Tuntut Perbaikan Operasional Truk Pengangkut Galon, KDM Ancam Tak Perpanjang Izin Aqua
Menurutnya, satu kasus dengan jumlah korban sebanyak itu sudah cukup menunjukkan betapa seriusnya persoalan ini.
"Berdasarkan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), ada 573 kasus kekerasan di lingkungan pendidikan pada 2024,” terang Pandji.
“Sebanyak 36 persennya terjadi di lingkungan berbasis agama seperti pesantren,” imbuhnya.
Di samping itu, Pandji menyebut hal ini bukan suatu isu yang tengah dibesar-besarkan, melaikan isu besar yang tak boleh diabaikan agar tak meluas di kemudian hari.
Baca Juga: Donald Trump Puji Prabowo di KTT ASEAN: Sebut Punya Peran Besar dalam Perdamaian Timur Tengah
“Saya menyoroti, ini 20 orang, bisa jadi anak atau adik seseorang yang dilecehkan oleh satu pengajar di pondok pesantren,” sebutnya.
“Itu saja sudah besar. Jadi kalau dibilang dibesar-besarkan, menurut saya itu tidak logis,” sambung Pandji.
Saat Menag Minta Tak Nilai Negatif Pesantren
Sebelumnya, Menag Nasaruddin meminta agar masyarakat tidak menilai pesantren secara negatif akibat beberapa kasus oknum.
Menag mengingatkan, pesantren merupakan lembaga yang telah berjuang berabad-abad untuk mencerdaskan bangsa.
“Jangan sampai orang alergi memasukkan anaknya ke pondok pesantren. Jangan sampai perjuangan para kiai dan santri yang sudah ratusan tahun membangun pesantren menjadi rusak karena hal itu,” ujar Nasaruddin di Kantor Kemenko PM, Jakarta, pada 14 Oktober 2025.
Kendati demikian, data JPPI tentang kasus pencabulan yang mengintai anak-anak di pondok pesantren justru memperlihatkan fakta lain.
573 Kasus Kekerasan di Lembaga Berbasis Agama