Sepanjang 2024, terdapat 573 kasus kekerasan di lingkungan pendidikan, dan 42 persen di antaranya adalah kasus pencabulan. Dari total tersebut, 36 persen terjadi di lembaga berbasis agama.
Serangkaian kasus itu terjadi hampir di berbagai daerah, mulai dari Trenggalek, Agam, Karawang, hingga Bekasi.
Bahkan pada Agustus 2025, polisi menetapkan ketua yayasan pesantren di Tapanuli Selatan sebagai tersangka pemerkosaan terhadap santriwati berusia 17 tahun.
Kondisi ini membuat Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian, mendorong pemerintah segera menyusun kurikulum anti pencabulan dan kekerasan seksual di sekolah dan pesantren.
Kritik DPR: Kepercayaan Dilukai, Harapan Dikhianati
Dalam kesempatan berbeda, Lalu Hadrian menilai lembaga pendidikan seharusnya menjadi ruang aman bagi anak-anak untuk belajar, bukan tempat yang menimbulkan trauma.
“Namun fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya. Tempat yang seharusnya menjadi rumah kedua bagi anak-anak kini berubah menjadi arena teror, tempat di mana kepercayaan dilukai dan harapan dikhianati,” ujar Lalu dalam keterangan resminya, pada Selasa, 22 Juli 2025.
Hingga kini, pernyataan Menag Nasaruddin menimbulkan perdebatan lebih luas.
Baca Juga: Di Balik Gaya Koboy Menkeu Purbaya, Ada Hubungannya dengan Daya Beli Ekonomi dan Kepercayaan Publik
Salah satu poinnya, terkait pemerintah yang akan serius membangun sistem perlindungan di pesantren, atau justru membiarkan narasi “isu dibesar-besarkan” menutupi akar persoalan yang sesungguhnya.***