"Hanya pakai baterai selama 6 bulan, charge lagi, turun ke bawah. Kita lengkapi dengan senjata torpedo. Dan ini saya kira teman-teman sudah melihat juga uji tembak," imbuh Sjafrie.
Di sisi lain, Menhan RI itu juga memastikan, penguatan alutsista permukaan terus berjalan menyusul kedatangan KRI Brawijaya 320 yang kini menjadi fregat terbesar di Asia Tenggara.
Berkaca dari hal itu, menarik untuk membandingkan kapal selam tanpa awak alias drone bawah laut milik Indonesia dengan negara-negara raksasa, seperti Amerika Serikat (AS), Rusia, hingga China.
KSOT versi Indonesia
Diketahui, rencana produksi massal KSOT menjadi langkah besar Indonesia dalam upaya modernisasi alat tempur bawah laut.
Dengan kemampuan menyelam sampai 6 bulan dan dilengkapi torpedo, KSOT masuk kategori drone bawah laut dengan sistem operasi jarak jauh.
Terlebih, KSOT juga dinilai dapat dioperasikan untuk pengawasan wilayah strategis dan misi intelijen maritim.
Orca AS
Baca Juga: Rp3,5 Triliun Kembali ke Kantong Negara usai Ada K/L yang Diklaim Nyerah Habiskan Belanja
Amerika Serikat sedang mengembangkan Ocean Explorer, drone bawah laut ultra besar dengan kemampuan membawa payload modular untuk operasi jarak jauh.
Proyek ini diproyeksikan menjadi salah satu pondasi kemampuan intelijen bawah laut AS.
US Navy membuka tender untuk desain dan pembuatan prototipe OEX hingga Oktober 2025.
Program ini berjalan paralel dengan proyek LDUUV dan XLUUV, Boeing memimpin pengembangan armada yang dijuluki 'Orca' di AS.