Mereka juga dinilai sulit bertahan karena harga dan pasokan barang diambil dari pusat dengan sistem yang efisien, sementara pelaku usaha kecil mengandalkan modal terbatas dan jaringan lokal.
Menilik dari sisi yang lain, kehadiran ritel besar hanya menjadi salah satu faktor terkait risiko menurunnya laju ekonomi dari sektor UMKM.
Selain tekanan dari minimarket besar, UMKM juga terancam oleh membludaknya produk impor yang menyingkirkan produk lokal di Tanah Air.
Ancaman “Tsunami” Produk Impor
Dalam kesempatan berbeda, Anggota Komisi VII DPR RI, Novita Hardini pernah memperingatkan kebijakan tanpa pembatasan akan menciptakan “tsunami” produk impor yang menyingkirkan produk lokal.
“Persaingan pasar menjadi timpang. Produk impor yang lebih murah dan biaya produksinya rendah berpotensi menyingkirkan produk lokal,” ujar Novita dalam keterangan resmi DPR, pada April 2025 lalu.
Novita menjelaskan, tanpa proteksi selektif, UMKM akan kehilangan pangsa pasar dan terancam gulung tikar.
Kondisi ini bisa memicu peningkatan pengangguran, defisit neraca perdagangan, dan penurunan daya saing nasional.
Baca Juga: 1.500 Warga Cisolok Sukabumi Mengungsi Imbas Banjir Bandang, 2 Kampung Alami Longsor
“Negara wajib hadir melindungi pelaku usaha lokal dan memastikan keberlangsungan ekonomi yang adil dan berdaulat,” tegas Novita.
Di sisi lain, persoalan yang tak kalah serius datang dari maraknya aktivitas judi online (judol) yang dinilai ada kaitannya dengan penurunan modal usaha di kalangan masyarakat.
Judol: Ancaman Tersembunyi bagi Modal Rakyat
Secara terpisah, Menteri UMKM, Maman Abdurrahman sempat mengungkapkan pada tahun 2024, sekitar Rp960 triliun dana masyarakat Indonesia tersedot ke dalam praktik judol.