news

Mendesak Reformasi Hak Veto DK PBB

Rabu, 1 Oktober 2025 | 11:39 WIB
Mochammad Farisi (istimewa)

Hak veto PBB pada dasarnya adalah warisan Perang Dunia II, sebuah hak istimewa yang dirancang untuk menjaga stabilitas global.

Namun, dalam realitas hari ini, veto sering kali justru menjadi hambatan perdamaian, terutama ketika digunakan untuk menutup jalan keluar atas penderitaan rakyat yang terjepit konflik.

Baca Juga: Membaca Kans Jonatan Christie Rebut Gelar Juara di Korea Open 2025

Selama hak veto tetap dibiarkan absolut, suara mayoritas dunia akan terus bisa dibungkam oleh kepentingan segelintir negara. PBB pun berisiko semakin kehilangan legitimasi sebagai lembaga penjaga perdamaian.

Dunia internasional perlu terus mendorong reformasi sekecil apapun, agar hak veto tidak lagi menjadi simbol ketidakadilan, melainkan alat tanggung jawab kolektif demi perdamaian sejati.

Catatan Kaki

1.    United Nations, Charter of the United Nations and Statute of the International Court of Justice, United Nations, New York, 1945, Pasal 27 ayat (3).

2. Bardo Fassbender, UN Security Council Reform and the Right of Veto: A Constitutional Perspective, Kluwer Law International, The Hague, 1998.

3. Ian Hurd, International Organizations: Politics, Law, Practice, Cambridge University Press, Cambridge, 2014.

4.  “Mengenal Veto PBB: Hak Istimewa atau Hambatan Perdamaian?”, MetroTV News, 2025.

5.  John Locke, Two Treatises of Government, Cambridge University Press, Cambridge, 1988.

6. Lihat pernyataan delegasi Malaysia dalam Sidang Majelis Umum PBB ke-80, UN Press Release GA/12456, New York, 2025.

7. Lihat juga pernyataan delegasi Singapura, UN Press Release GA/12457, New York, 2025.

8.  Lihat United Nations, General Assembly Official Records, Eightieth Session, New York, 2025.

Penulis: Assist. Prof. Mochammad Farisi, LL.M (Dosen Hukum Internasional Universitas Jambi & Direktur Pusat Kajian Demokrasi dan Kebangsaan (Pusakademia)

Halaman:

Tags

Terkini