news

Tindak Segelintir Oknum Suku Anak Dalam, Jika Terbukti Bersalah Siapapun Tidak Kebal Hukum

Minggu, 24 Agustus 2025 | 11:26 WIB
FGD) yang diadakan Forum Kemitraan Pembangunan Sosial Suku Anak Dalam (FKPS-SAD) di Bangko, Kamis 14 Agustus 2025. (istimewa)

MERANGIN, LANGITVIRAL.COM - Pemberdaya an dan upaya membangun kemandirian masyarakat Suku Anak Dalam (SAD) atau Orang Rimba harus terus berjalan.

Sebagai warga negara, mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama. Termasuk di depan hukum.

“Di dalam hukum itu kita mengenal asas praduga tak bersalah. Tapi kalau terbukti melakukan tindak pidana, siapapun pelakunya harus diproses,” kata Kapolsek Tabir Selatan, AKP Fatkur Rohman, S.H., M.H.

Pernyataan itu dikemukakan saat menjadi narasumber dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan Forum Kemitraan Pembangunan Sosial Suku Anak Dalam (FKPS-SAD) di Bangko, Kamis 14 Agustus 2025. Fatkur hadir mewakili Kapolres Merangin.

Baca Juga: Ketua KPK Bantah Penangkapan Immanuel Ebenezer Terkait Pemerasan K3 Jadi Pengalihan Isu Kasus Lain

Bahkan, menurutnya, kriminalitas yang dilakukan masyarakat adat seperti oknum SAD tidak bisa dilabeli isu hak asasi manusia, tetapi harus diproses sesuai hukum yang berlaku.

Penegasan seperti itu dinilai amat perlu disampaikan kepada masyarakat.

Setidaknya untuk membangun suasana harmonis sehingga program-program kepedulian sosial terhadap masyarakat SAD dapat berjalan dengan baik, tidak terganggu tindakan segelintir oknum yang bisa mencemari nama baik masyarakat SAD pada umumnya.

Seperti yang belum lama ini terjadi, sekelompok oknum SAD dari kelompok Makekal Meranti, Tebo, masuk ke wilayah Air Hitam pada 2 Juni 2025.

Baca Juga: Dipuji karena Tetap Diam saat Anggota DPR Berjoget, Pasha Ungu Buka Suara soal Momen Viral di Sidang Tahunan MPR

Mereka memanen buah sawit yang ditanam dan bukan miliknya di wilayah itu. Ketika dilarang ,mereka malah melakukan pemukulan dan merusak pos jaga milik perkebunan sawit setempat.

Beruntung, ancaman konflik lebih luas dapat dicegah. Melalui Forum Temenggung, pelaku dijatuhi denda adat berupa luko tengah serba 20 senilai Rp4,7 juta. 

Namun, belum juga denda itu dibayarkan kepada perusahaan, tindakan serupa dilakukan kembali dan nyaris terjadi benturan sosial antar masyarakat.

“Tugas polisi adalah Harkamtibmas (Pemeliharaan Keamanan dan ketertiban masyarakat) dan penegakan hukum,” lanjut AKP Fatkur Rohman pada FGD yang dihadiri tokoh-tokoh adat dan para Temenggung SAD.

Baca Juga: Video Immanuel Ebenezer Serukan Hukuman Mati Bagi Koruptor Viral Usai Ditangkap KPK

Tokoh-tokoh adat SAD sendiri mengecam keras ulah oknum yang bertindak semaunya di luar wilayah jelajah.

Tumenggung Ngepas, pemimpin kelompok SAD di Desa Gading Jaya, menilai tindakan SAD Makekal Meranti mencoreng citra komunitas SAD secara keseluruhan.

“Walaupun kehidupan Anak Rimbo ini melangun, tapi dak boleh jugo asal masuk ke wilayah lain. Jangan sampai ulah segelintir orang merusak hubungan baik yang sudah lama kita jaga dengan masyarakat dan perkebunan sawit setempat” ujarnya.

Pada tahun 2019, pertemuan 13 Temenggung dari tiga Kabupaten, meliputi Kabupaten Tebo, Batanghari, dan Sarolangun yang diinisiasi oleh pihak Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) telah menetapkan zonasi wilayah jelajah adat SAD.

Baca Juga: Ketua Komisi XI DPR Soal Tunjangan Rumah Rp50 Juta: Angkanya Ditentukan Menkeu, Kami Hanya Menerima

Dalam kesepakatan itu, hukum adat ditegakkan secara tegas untuk mengatur tata kehidupan sosial masyarakat, termasuk penentuan besaran denda bagi pelaku tindak kriminal. 

Namun kenyataannya, banyak kasus kriminal seperti pencurian buah sawit oleh oknum SAD terjadi di luar zona tersebut, yakni di kebun-kebun perusahaan yang tidak bersinggungan dengan area adat.

Fakta ini semakin menguatkan bahwa tindakan oknum SAD bukanlah bagian dari tradisi adat, melainkan pelanggaran hukum formal yang idealnya ditindak sesuai ketentuan hukum positif.

Ketua Umum Lembaga Adat Melayu (LAM) Jambi, Datuk Hatam Tafsir, mengingatkan bahwa hukum adat tetap harus berjalan seiring hukum negara.

Baca Juga: Cukai Minuman Berpemanis Siap Berlaku pada 2026, DPR Pastikan Tarif Dikonsultasikan

“Perpaduan hukum adat Melayu Jambi dan hukum adat SAD bisa jadi solusi lokal, tapi penyelesaian akhir tetap pada hukum negara melalui pengadilan,” ujarnya.

Senada dengan itu, Wakil Sekretaris Umum LAM Jambi, Datuk Muslim, menegaskan hukum adat tidak boleh ditafsirkan seenaknya.

Halaman:

Tags

Terkini