Baca Juga: Seskab Teddy Ceritakan Anjing yang Jadi Penyelamat Warga Bali Saat Banjir Besar
"Kalau kebanyakan utang dari orang-orang di kita (warga Indonesia) tidak bisa bayar, itu bisa menimbulkan krisis," tutur Purbaya.
Purbaya yang kala itu masih menjabat sebagai Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menuturkan, bank maupun perusahaan teknologi berbasis finansial (fintech) berlomba-lomba menawarkan berbagai produk keuangan digital yang menarik.
Promosi canggih pemikat kalangan generasi muda, termasuk Gen Z pun diyakini menggunakan bahasa dan visual yang memikat dengan berbagai diskon kredit.
"Contohnya di Amerika Serikat yang pernah terjadi (krisis) di 2008, itu sebenarnya kan karena (warganya) mengutang tapi tidak punya uang, seperti paylater," sebut Purbaya.
Baca Juga: Klaim Target Swasembada Pangan Tercapai Lebih Cepat, Mentan: Itu Kerja Kita Semua Anak Bangsa
"Itu mulanya hutangnya dihimpun seperti kelihatan bagus, tapi kan akhirnya (keuangan warga) runtuh," sambungnya.
Pria kelahiran Bogor itu lantas mengingatkan, para generasi muda perlu waspada dalam penggunaan paylater dalam penerapan keuangan mereka.
"Mungkin pada awalnya meminjam seperti di pay later itu tidak terasa, tapi suatu saat tidak bayar. Kalau banyak (warga) ramai-ramai tidak bayar bagaimana? sistem ekonomi (negara) akan terguncang," terang Purbaya.
"Jadi, teman-teman generasi muda harus mengerti juga bahwa pay later bagus dalam keadaan tertentu, kalau kepepet tidak masalah," tambahnya.
4. Jangan Lebih Besar Pasak daripada Tiang
Terkait pengelolaan finansial bagi Gen Z, Menkeu Purbaya menyebut kebiasaan berhutang akan membuat seseorang menjadi terlena.
"Kalau tidak perlu banget, sebaiknya tidak usah untuk flexing (pamer harta), karena Anda seperti ngutang, sama saja dipaksa berhutang dan akhirnya terlena," paparnya dalam wawancara di siniar YouTube yang sama.
Pria yang kini menjabat sebagai Menkeu RI itu lalu mengungkapkan prinsip dasar pengelolaan uang yang diterapkan olehnya hingga hari ini.