Kecanduan sering kali menuntun seseorang untuk melanggar aturan dan nilai-nilai yang dijunjung dalam masyarakat.
Kedua, kebohongan adalah hal yang hampir tak terpisahkan dari kehidupan seorang pecandu. Kebohongan biasanya muncul sebagai mekanisme perlindungan diri.
Kebohongan ini bisa sangat merusak hubungan sosial dan kepercayaan yang terjalin. Jadi, seorang pecandu narkoba atau mantan pecandu narkoba tidak hanya melakukan kesalahan dengan terlibat dalam kecanduan, tetapi juga memperburuk situasi dengan berbohong untuk menutupi kesalahan tersebut.
Pola kebohongan ini sering berulang dan dapat menciptakan lingkaran setan di mana kebenaran menjadi kabur, dan hubungan dengan orang lain rusak karena ketidakjujuran.
Inilah mengapa integritas dan kejujuran sangat penting, terutama bagi seorang pemimpin atau figur publik yang diharapkan menjadi teladan.
Baca Juga: Cagub Jambi Pernah Candu Narkoba, Warga: Bisa Merusak Kualitas Pilkada
Karena pola kebohongan ini dapat berdampak luas, maka penting untuk memahami bahwa seorang pemimpin yang merupakan mantan pecandu narkoba membawa sejumlah risiko yang bisa berdampak buruk pada kepercayaan publik, stabilitas kepemimpinan, dan realisasi visi-misi yang diemban.
Salah satu dampak yang paling terasa adalah krisis kepercayaan publik. Masyarakat cenderung ragu untuk mempercayai janji-janji kampanye dari seseorang yang memiliki riwayat kebohongan dan manipulasi.
Kebiasaan menutupi kebenaran yang sering dilakukan oleh pecandu narkoba saat kecanduan dapat membekas dalam ingatan publik, sehingga mereka mempertanyakan kejujuran dan niat baik pemimpin tersebut.
Kepercayaan adalah landasan penting dalam kepemimpinan, dan tanpa itu, seorang pemimpin akan menghadapi kesulitan besar dalam menggalang dukungan dan membangun legitimasi.
Selain itu, mantan pecandu narkoba berisiko tidak mampu merealisasikan visi dan misi yang ia janjikan selama kampanye. Janji-janji yang dibuatnya bisa dianggap hanya sebagai retorika untuk memenangkan suara, bukan sebagai komitmen yang sungguh-sungguh untuk diwujudkan.
Masyarakat mungkin merasa dikhianati ketika program-program yang dijanjikan tidak direalisasikan dengan baik, dan hal ini dapat menimbulkan kekecewaan besar. Kepemimpinan yang gagal memenuhi harapan masyarakat akan sulit mempertahankan stabilitas, dan ini mengikis legitimasi pemimpin di mata publik.
Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa pola manipulasi yang digunakan selama masa kecanduan bisa terbawa ke dalam gaya kepemimpinan. Pemimpin yang terbiasa berbohong untuk menutupi kelemahan atau kesalahannya akan menciptakan lingkungan yang tidak transparan dalam pemerintahan.
Keputusan-keputusan penting mungkin diambil berdasarkan upaya untuk melindungi citra atau menghindari tanggung jawab, alih-alih untuk kepentingan rakyat.
Ini dapat merusak integritas pemerintahan dan menimbulkan ketidakpercayaan di antara rekan kerja dan masyarakat luas.
Dalam konteks pengambilan keputusan, seorang mantan pecandu narkoba juga berisiko tidak dapat bertindak secara objektif.