LANGITVIRAL.COM - Rupiah mengalami penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC), yang memperlihatkan kecenderungan pelemahan dolar.
Analis pasar mata uang Lukman Leong menjelaskan bahwa faktor ini dipengaruhi oleh kebijakan moneter yang diumumkan dalam pertemuan tersebut.
Quantitative Tightening (QT) dan Imbal Hasil Obligasi AS
Kebijakan Quantitative Tightening (QT) yang dilakukan oleh Federal Reserve (The Fed) merupakan salah satu faktor yang berkontribusi pada pelemahan dolar AS.
QT dilakukan untuk mengurangi likuiditas pasar keuangan dengan cara mengurangi cadangan moneter, sehingga menghasilkan penurunan imbal hasil obligasi AS.
Dalam kasus ini, imbal hasil obligasi AS turun dari 4.965 persen menjadi 4.575 persen.
Baca Juga: Hardiknas 2024, Pinto Jayanegara Tekankan Peran Pendidikan dalam Meningkatkan IPM Jambi
Meskipun efeknya mungkin hanya bersifat sementara, hal ini masih memberikan dampak pada pergerakan pasar.
Sentimen Positif dari Data Inflasi Indonesia
Selain faktor eksternal seperti kebijakan moneter AS, sentimen domestik juga memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah.
Data inflasi Indonesia yang tetap berada dalam kisaran target Bank Indonesia (BI) sebesar 3,0 persen memberikan sentimen positif bagi rupiah.
Ini menunjukkan stabilitas ekonomi yang dapat menarik minat investor untuk mempertahankan atau meningkatkan investasinya di Indonesia.
Data Non-Farm Payroll (NFP) AS dan Tenaga Kerja Lainnya
Data terkait tenaga kerja AS, seperti Non-Farm Payroll (NFP), juga memengaruhi pergerakan dolar AS.
Artikel Terkait
Rupiah Tembus di Atas Rp16 Ribu per Dolar AS
Terkait Nilai Tukar Rupiah, Mendag Imbau Masyarakat Tak Khawatir: Cadangan Devisa Kuat