news

Opini: Moralitas vs Ambisi: Pencalonan Mantan Pecandu di Tengah Perang Anti Narkoba

Rabu, 9 Oktober 2024 | 15:42 WIB
Syaiful Bakri

Oleh: Syaiful Bakri *

LANGITVIRAL.COM - Perang terhadap narkoba yang dijalankan oleh pemerintah merupakan kebijakan penting yang bertujuan melindungi masyarakat dari dampak buruk penyalahgunaan narkotika. Dalam konteks ini, pemerintah tidak hanya berfokus pada tindakan represif terhadap pengedar dan pengguna narkoba, tetapi juga mengembangkan program pencegahan, penegakan hukum, serta rehabilitasi bagi mereka yang terjerat.

Dengan posisi yang tegas dan kuat, pemerintah ingin memastikan bahwa seluruh elemen masyarakat, termasuk pejabat publik, memiliki peran dan tanggung jawab dalam mendukung perjuangan ini. Hal ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan aman dari pengaruh narkoba yang merusak generasi muda dan kestabilan sosial.

Namun, situasi menjadi kompleks ketika seorang calon kepala daerah memiliki latar belakang sebagai mantan pecandu narkoba. Di satu sisi, hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai konsistensi dan integritas calon tersebut dalam mendukung kebijakan pemerintah yang keras terhadap narkoba. Masyarakat dapat mempertanyakan apakah seseorang yang pernah mengalami masalah narkoba bisa dipercaya untuk memimpin perang terhadap narkoba di daerah yang dipimpinnya. Citra publik dan moralitas kepemimpinan menjadi isu utama di sini.

Bagaimana seseorang dengan masa lalu yang kelam terkait narkoba dapat mengemban amanah sebagai pemimpin yang harus mendukung kebijakan pemberantasan narkoba? Pertanyaan ini menjadi penting, terutama di tengah harapan masyarakat akan figur pemimpin yang bersih, jujur, dan memiliki integritas.
Di sisi lain, terdapat argumen bahwa rehabilitasi dan pemulihan adalah bagian penting dari kebijakan pemerintah terkait narkoba.

Jika seorang mantan pecandu telah melalui proses rehabilitasi dengan sukses, menunjukkan komitmen untuk hidup bersih, dan memiliki tekad kuat untuk berkontribusi positif bagi masyarakat, ia dapat menjadi simbol penting bahwa perang terhadap narkoba bukan hanya soal menghukum, tetapi juga tentang memberi kesempatan kedua.

Baca Juga: Informasi Awal Soal Narkoba Bakal Dikaji Bawaslu, Laporan Terhadap Asari Syafei Dihentikan

Dalam konteks ini, mantan pecandu yang telah sembuh dapat memberikan pesan bahwa pemulihan dan perubahan itu mungkin terjadi. Ia bisa menjadi contoh nyata tentang bagaimana seseorang dapat bangkit dari keterpurukan dan bertransformasi menjadi sosok yang memberikan dampak positif bagi lingkungannya.
Namun, meski mantan pecandu tersebut telah menjalani pemulihan, tantangan besar tetap ada terkait citra dan kepercayaan publik.

Masyarakat, khususnya pemilih, mungkin masih skeptis terhadap kemampuan calon ini untuk menerapkan kebijakan keras terkait narkoba. Kredibilitasnya dalam melawan narkoba bisa dipertanyakan, terutama jika tidak ada bukti kuat bahwa ia benar-benar telah berubah. Bagaimana pun, perang melawan narkoba tidak hanya soal kebijakan, tetapi juga tentang moralitas kepemimpinan dan keyakinan bahwa pemimpin yang dipilih mampu menegakkan hukum dengan integritas.

Dari sisi politik, pencalonan mantan pecandu narkoba juga akan menghadapi resistensi dari berbagai pihak yang menganggap masa lalunya tidak sejalan dengan perjuangan pemerintah dalam memberantas narkoba. Di sisi lain, ada juga yang melihatnya sebagai sosok yang berhak mendapatkan kesempatan kedua, terutama jika ia telah menunjukkan bukti nyata rehabilitasi dan komitmen terhadap perubahan hidup.

Isu narkoba merupakan masalah serius di masyarakat, sehingga publik perlu memahami latar belakang setiap calon. Namun, laporan ini memicu perdebatan di kalangan publik mengenai batas antara kampanye negatif dan penyampaian fakta yang dianggap relevan.

Viralnya pengakuan calon gubernur Jambi, RH, yang secara terbuka mengakui dirinya sebagai mantan pecandu narkoba dalam sebuah podcast bersama Pangeran Siahaan di YouTube menambah kompleksitas situasi ini.

Baca Juga: Mampu Kendalikan Pandemi Covid-19, Al Haris Pernah Terima Penghargaan People Of The Year

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa mantan pengguna narkoba dilarang mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Keputusan ini sejalan dengan penolakan permohonan uji materi mengenai syarat pencalonan dalam Pilkada 2020, yang tercantum dalam Pasal 7 ayat (2) huruf i UU Nomor 10 Tahun 2016. Pasal tersebut melarang seseorang dengan catatan perbuatan tercela untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Adapun perbuatan tercela yang dimaksud meliputi judi, mabuk, pemakai/pengedar narkoba, dan berzina. Baca selengkapnya di: Antara News.

Halaman:

Tags

Terkini