HAKIKAT LAILATUL QADAR PERSPEKTIF 4 TAFSIR AHLULBAIT (4-tamat)

Photo Author
- Kamis, 21 April 2022 | 19:52 WIB

(Studi Atas Hakikat Lailatul Qadar Dalam Tafsir Ali bin Abi Thalib, Tafsir Fathimah Az-Zahra, Tafsir Al-Hasan dan Tafsir Al-Husain).

Oleh:

Al-Habib Prof.Dr. KH.R. Shohibul Faroji Al-Azhmatkhan Al-Husaini.SAg.MA.PhD

Memahami Hakikat Lailatul Qadar, sebaiknya kita mengkaji lebih mendalam tentangnya dari riwayat 4 tokoh terdekat dari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam, yaitu:

  1. Al-Imam Ali bin Abi Thalib (Menantu Rasulullah),

  2. Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Muhammad Rasulullah (Putri Rasulullah),

  3. Al-Imam Al-Hasan bin Ali (Cucu Rasulullah),

  4. Al-Imam Al-Husain bin Ali (Cucu Rasulullah).


Untuk mengkaji lebih mendalam tentang pemikiran tokoh tersebut, mari kita kaji tafsir dari riwayat tokoh ini.

 

TAFSIR AL-HUSAIN

Dalam Tafsir Al-Husain, dijelaskan oleh Al-Imam Al-Husain Radhiyallahu Anhu bahwa  mengejar malam Lailatul Qadar tidak terlalu penting karena bagaimanapun Lailatul Qadar hanya bagian dari makhluk, sama dengan surga yang juga makhluk. Yang paling penting bagi Al-Imam Al-Husain Radhiyallahu Anhu ialah mencari Tuhan Sang Pencipta Lailatul Qadar dan surga.

Apakah masih perlu Lailatul Qadar dan surga bila telah berada di dalam ‘pelukan’ Sang Maha Pencipta segalanya (Allah Subhanahu Wa Ta'ala)?.

Kata Al-Imam Al-Husain Radhiyallahu Anhu adalah bahwa "Bertemu Allah (Liqo Allah) lebih penting daripada Malam Lailatul Qadar".

Al-Imam Al-Husain Radhiyallahu Anhu memiliki definisi tersendiri terhadap malam yang sering diumpamakan sebagai malam yang lebih mulia dari seribu bulan ini.

Al-Imam Al-Husain Radhiyallahu Anhu mengatakan bahwa "Bagi seorang hamba yang sudah mencapai tingkatan Makrifatullah, maka semua malam adalah malam Lailatul Qadar”.

BACA JUGA: HAKIKAT LAILATUL QADAR PERSPEKTIF 4 TAFSIR AHLULBAIT (1)

Al-Imam Al-Husain Radhiyallahu Anhu mengatakan, “Substansi Lailatul Qadar pada seorang hamba yang sudah mencapai Makrifatullah adalah kebersihan dan kemurnian jiwa yang ia miliki, sehingga jiwanya bisa berjumpa Allah yang Maha Pencipta.”

Al-Imam Al-Husain Radhiyallahu Anhu berkata, “Lailatul qadar adalah malam pencapaian, dimana ia lebih baik dari seribu derajat dan kedudukan. Maka siapa saja yang telah sampai dan menemukan hakikat malam ini, jiwanya akan fana (melebur) secara keseluruhan sebagai tanda terbukanya penghalang antara dia dan Tuhannya.”



Al-Imam Al-Husaini Radhiyallahu Anhu menjelaskan tentang pengertian Lailatul Mubarakah (malam keberkahan), “Dialah malam di mana hati seorang hamba hadir dan menyaksikan ‘pancaran’ Cahaya Allah (Nuur Ala Nuur). Di dalamnya ia merasakan kenikmatan dari cahaya pencapaian  dan kedekatan kepada Tuhannya.”

Al-Imam Al-Husain Radhiyallahu Anhu menegaskan dalam tafsirnya bahwa: seorang manusia, untuk mencapai kesempurnaan dan ketinggian kemanusiaan, hanya bisa diraih di bawah naungan dan hubungan kedekatan hamba dengan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Menurut Al-Imam Al-Husain Radhiyallahu Anhu menegaskan bahwa bulan Ramadhan adalah kesempatan yang sangat luar biasa. Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah berfirman, “Lailatul Qadri Khairun min Alfi Syahr, Malam Lailatul Qadar lebih baik daripada seribu bulan.” (QS. Al-Qadr (97): 3).

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam juga bersabda bahwa, Bulan Ramadhan ini dianggap sebagai bulan perjamuan-Nya. Apakah mungkin, manusia yang telah duduk di suatu perjamuan, kemudian ia keluar dari tempat itu, sedangkan ia tidak mendapatkan sesuatu dari perjamuan itu? Perjamuan yang dimaksud adalah Liqo Allah yaitu bertemu Allah, atau bahasa lainnya adalah Ma'rifatullah.

Kecuali mereka yang tidak memasuki perjamuan yang syarat dan penuh dengan ampunan dan keridhaan Ilahi. Iya, mereka yang tidak memperoleh nikmat ini sungguh tidak memperoleh nikmat Ilahi itu secara hakiki. Ketidakpunyaan yang sesungguhnya adalah bagi seseorang yang tidak mampu memperolah ampunan Ilahi.

Al-Imam Al-Husain Radhiyallahu Anhu berkata bahwa Malam Lailatul Qadar adalah malam salam. “Salamun hiya hatta Mathla’il Fajr, malam itu (penuh) dengan kesejahteraan (salam) hingga terbit fajar.” (Qs. Al-Qadr (97): 5).

Rahmat dan kemuliaan Tuhanlah yang telah turun kepada para hamba-Nya.

BACA JUGA: HAKIKAT LAILATUL QADAR PERSPEKTIF 4 TAFSIR AHLULBAIT (2)

Lailatul Qadar adalah malam yang sangat berharga. Karena itu sinarilah hati kita dengan dzikir kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala sebanyak mungkin sehingga kita akan mampu mempersiapkan diri untuk menyambut datangnya malam Lailatul Qadr.

Malam yang kemuliaannya melebihi dari seribu bulan ibadah, “Lailatul Qadri Khairun min Alfi Syahr, Malam Qadar lebih baik daripada seribu bulan”. (Qs. Al-Qadr: 3).

Tanazalul Malaikatu wa Ruhi fi ha bi Idzni Rabihim min kuli Amr. “Pada malam itu, para malaikat dan ruh (malaikat Jibril) turun dengan izin Tuhan mereka untuk menentukan segala urusan.” (Qs. Al-Qadr (97): 4).



Terangi hati kita dengan cahaya dan penuhilah rumah-rumah kita dengan cahaya ketakwaan dan kasih sayang-Nya.

Al-Imam Al-Husain Radhiyallahu Anhu mengatakan bahwa Lailatul Qadar adalah Malam Penyembuhan berbagai Penyakit. Baik penyakit fisik, maupun penyakit moral mental spiritual  dan segala macam jenis penyakit sosial.

Obat dan terapi untuk menyembuhkan semua musibah penyakit ini bisa di dapatkan pada Lailatul Qadar, dengan syarat telah mempersiapkan diri kita terlebih dahulu sebelum memasuki malam mulia ini.

 

Al-Imam Al-Husain Radhiyallahu Anhu berkata:

"حقيقة ليلة القدر هي ليلة المعرفة . قال الامام الحسين من اشتاق خدم، ومن خدم اتَّصل، ومن اتَّصل وصل، ومن وصَل عَرَفَ."

"Hakikat malam Lailatul Qadar adalah Malam Makrifatullah. Beliau Al-Imam Al-Husain Radhiyallahu Anhu berkata: Siapa yang dipenuhi rindu pada Allah, maka ia akan mengabdi dan melayani Allah dengan setulus-tulusnya. Siapa yang tulus melayani Allah, maka ia akan menemui-Nya. Siapa yang menemui Allah, maka ia akan menyatu dengan-Nya. Siapa yang menyatu dengan-Nya maka ia akan mengenal Hakikat Dzat-Nya".

BACA JUGA: HAKIKAT LAILATUL QADAR PERSPEKTIF 4 TAFSIR AHLULBAIT (3)

 

DAFTAR PUSTAKA

  • Tafsir Ali bin Abi Thalib, Karya Al-Imam Ali bin Abi Thalib.

  • Tafsir Fathimah Az-Zahra, Karya Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Muhammad Rasulillah.

  • Tafsir Al-Hasan, Karya Al-Imam Al-Hasan bin Ali

  • Tafsir Al-Husain, Karya Al-Imam Al-Husain bin Ali

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Berita

Tags

Rekomendasi

Terkini

X